Minggu, 08 Juni 2014

Upaya Menumbuhkan Perilaku Gemar Membaca



UPAYA MENUMBUHKAN PERILAKU
GEMAR MEMBACA

Rahma Sugihartati & Bagong Suyanto
Dosen PSTP FISIP Universitas Airlangga


Membaca sesungguhnya bukan sekadar aktivitas untuk mengisi waktu luang atau sebatas penting dilakukan untuk mendukung prestasi akademik di sekolah atau di kampus. Tetapi, membaca sebetulnya adalah bentuk investasi sosial: tidak bersifat instant dan langsung bisa dinikmati hasilnya sekian menit atau sekian jam kemudian layaknya Krating Daeng, M150 atau minuman penyegar lainnya, melainkan sebuah proses membangun sikap kritis, proses mencari kebenaran dan deferensiasi informasi —yang ujung-ujungnya akan dapat melahirkan warga masyarakat yang kritis dan senantiaa lebih peka pada persoalan di sekitarnya.

Kita tentu mengetahui, bahwa selama ini, berbagai upaya telah dilakukan untuk menumbuhkan perilaku dan budaya gemar membaca di kalangan masyarakat. Namun, akibat substansi dan arti penting membaca hanya direduksi sebagai bagian dari gaya hidup (life style) untuk mengisi waktu luang dan dalam beberapa kasus bahkan dirasakan sebagai beban atau kewajiban yang tidak menyenangkan, maka jangankan tumbuh minat membaca masyarakat secara sukarela, yang terjadi di lapangan justru membaca menjadi sesuatu yang acapkali dihindari. Dalam kenyataan sangat jarang ditemukan warga masyarakat yang benar-benar memahami aktivitas membaca sebagai bagian dari proses membangun keberdayaan dirinya. Kendati mereka mengakui bahwa membaca itu penting, tetapi hal itu dinilai hanya cocok dilakukan oleh anak-anak yang masih duduk dibangku sekolah.Apa sebetulnya manfaat yang bisa dipetik masyarakat dengan membaca?

Berbeda dengan masyarakat di negara maju yang umumnya sudah memiliki minat baca tinggi dan industri perbukuan yang kuat, di Indonesia disadari masalah minat baca dan industri perbukuan masih sangat memprihatinkan.Di Indonesia diperkirakan jumlah produksi buku per tahun hanya sekitar 4.800 judul —termasuk komik— dengan masing-masing judul rata-rata dicetak 3.000 eksemplar.Dibandingkan dengan negara seperti Amerika yang diperkirakan setiap tahun menerbitkan sekitar 50.000 judul atau Jepang yang rata-rata 100.000 judul per tahun, jelas kita kalah jauh.Bahkan, dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia saja Indonesia masih kalah.Di Malaysia rata-rata memproduksi sekitar 7.000 judul per tahun.

   Yang merisaukan: kendati sangat sedikit jumlah buku yang dicetak —tak sampai 20 ribu judul buku per tahun— itu pun ternyata tak bisa dengan cepat diserap pasar. Menurut pengalaman, baru sekitar 2-3 tahun atau bahkan lebih buku-buku itu habis di pasaran. Di samping itu, berbeda dengan produksi buku di negara maju yang sebagian besar adalah buku-buku umum populer, di Indonesia dari 4.800 judul yang ada, 80% ternyata didominasi buku-buku pelajaran yang sifatnya wajib. Banyak penerbit yang ada sebenarnya bisa bertahan karena semata-mata mengandalkan hidupnya dari proyek-proyek buku sekolah.

Untuk sebagian, mungkin benar bahwa salah satu kendala bagi tumbuhnya minat baca masyarakat adalah bersumber pada mahalnya harga buku-buku.Bisa dibayangkan, mana mungkin sebuah keluarga yang sehari-hari hidup pas-pasan, bahkan kekurangan bisa menyisihkan uang untuk membeli buku yang harganya puluhan ribu per eksemplarnya?

            Membaca pada hakikatnya adalah kegiatan fisik dan mental untuk menemukan makna dari sebuah tulisan atau simbol-simbol interaksi sosial.Dikatakan kegiatan fisik, karena bagian-bagian tubuh, khususnya mata, yang melakukannya.Dikatakan kegiatan mental, karena bagian-bagian pikiran, khususnya persepsi dan ingatan, terlibat di dalamnya. Dengan membaca, seseorang bukan hanya mengerti tentang suatu isu atau hal tertentu, tetapi lebih jauh ia juga akan berpeluang untuk melakukan eksplorasi terhadap kedalaman sebuah pengetahuan.

            Secara teoritis, ada beberapa aspek —baik secara langsung maupun tidak langsung— yang mempengaruhi kegiatan membaca pada anak. Misalnya saja, latar belakang bahasa, pengalaman, sikap dan minat, persepsi, motivasi serta kesanggupan-kesanggupan anak lainnya (Sayono, 1983). Membaca sendiri pada dasarnya adalah kegiatan berpikir, sebab senantiasa memyertakan proses berpikir, yaitu menginterpretasi simbol-simbol menjadi suatu respons yang dipelajari. Dengan membaca, seorang anak akan memperoleh keterangan, kata-kata baru, sejumlah ide —yang semuanya akan mempengaruhi jalan pikiran sekaligus membantu perkembangan mental anak (Munandar, 1981).

            Yang disebut aktivitas membaca, sebenarnya tidak selalu harus didahului dengan membeli buku sebelumnya. Hakekat membaca, sebetulnya adalah kehausan untuk mencari informasi alternatif, semacam gairah untuk terus menimba wawasan. Seseorang yang tidak gemar membaca, sebetulnya ia adalah ibarat katak yang hidup dalam tempurung. Ia semata-mata hanya akan mengenal dunia yang serba sempit, bahkan acakali kegelapan, sehingga seringkali orang-orang semacam ini tidak kenal pada dunia luar yang bisa dijadikan tempat berkaca.

            Manfaat membaca, bagi masyarakat —terlebih masyarakat yang berasal dari kelas sosial bawah, masyarakat yang hidupnya serba marginal— sebetulnya adalah pemupukan modal dasar awal untuk memberdayakan dirinya sendiri.

Seorang petani yang tidak mengetahui berapa harga sayur-mayur hasil produksi mereka di supermarket, misalnya, dengan mudah mereka akan menjadi bahan permainan tengkulak atau pedagang perantara yang ingin memanfaatkan situasi untuk kepentingan pribadinya. Tetapi, seorang petani yang memiliki kemampuan untuk mengakses pasar dan didukung dengan pengetahuan yang cukup, niscaya mereka akan tahu persis bagamana mengelola pasar, dan yang terpenting mereka tidak akan dengan mudah menjadi bahan permainan pedagang perantara atau tengkulak. Meminjam istilah Robert Chambers (1987), arti penting membaca sesungguhnya adalah bagian dari proses untuk membongkar keterisolasian, kebuntuan cara berpikir masyarakat yang selama ini terhegemoni.

Untuk membangun kebiasaan membaca masyarakat, selain dibutuhkan kesabaran, yang terpenting adalah kebiasaan membaca ini harus mulai diperkenalkan sedini mungkin.Bagi anak yang belum mengenal tulisan atau belum dapat membaca, para orang tua mengemban tanggungjawab untuk secara kreatif merangsang dan sedikit demi sedikit menumbuhkan minat membaca, yang dengan sendirinya juga untuk mencapai kesiapan membaca.Sementara itu, bagi anak-anak yang sudah dapat membaca, usaha yang perlu dilakukan orang tua tujuannya bukan hanya menumbuhkan, melainkan juga untuk mengembangkan minat dan kebiasaan membaca secara benar.
Kenapa kebiasaan membaca perlu ditumbuhkan sejak anak-anak berusia dini?
Pertama, karena berbagai studi telah membuktikan bahwa kecerdasan anak akan mencapai angka 40% pada usia 4 tahun dan mencapai 80% pada usia 7-8 tahun. Masa pra-sekolah, oleh banyak ahli sering disebut masa emas (golden age) untuk menanamkan dasar-dasar perilaku dan sikap, emosional dan kognitif. Ini berarti, jika pada masa kanak-kanak, seorang anak yang tidak dilatih membaca sejak dini, maka hampir dapat dipastikan tingkat kecerdasan dan kemampuan anak akan tidak berkembang secara maksimal. Seorang anak yang tidak dibiasakan untuk membaca, mendengar cerita atau menelusuri informasi melalui bacaan, maka bukan tidak mungkin kesempatan emas anak untuk berkembang menjadi terbuang begitu saja.
Kedua, karena membiasakan anak membaca sejak dini pada dasarnya adalah upaya untuk merangsang anak melakukan eksplorasi terhadap informasi tertentu secara mandiri dan kreatif. Anak yang tumbuh dalam suasana keluarga yang menghargai buku dan gemar membaca, bukan saja akan cenderung lebih luas wawasannya dibandingkan anak seusianya yang tidak terbiasa membaca, tetapi lebih jauh juga akan menyebabkan anak yang bersangkutan memiliki daya jelajah atau daya imajinasi yang kaya, sehingga pengembangan potensi kreativitasnya menjadi maksimal. Seorang anak yang gemar membaca sejak dini niscaya akan potensial tumbuh menjadi anak yang cerdas.

            Pengembangan minat dan kebiasaan membaca yang baik harus dimulai sedini mungkin pada masa anak-anak. Orang tua, terutama ibu dan guru-guru, kelompok bermain, Taman Kanak-Kanak, dan Sekolah Dasar mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam usaha-usaha mengembangkan perilaku gemar membaca. Pihak yang terutama sangat berpengaruh dalam mendorong tumbuhnya perilaku gemar membaca pada anak adalah keluarga.Seperti dikatakan Horton dan Hunt (1991), bahwa fungsi keluarga bukanlah semata-mata hanya melakukan fungsi reproduksi atau fungsi perlindungan, tetapi keluarga juga bertanggungjawab melakukan fungsi sosialisasi, termasuk di dalamnya mendidik anak agar memiliki perilaku gemar membaca.

            Durkin (1966: 1966a) telah mengadakan penelitian tentang pengaruh membaca dini pada anak-anak. Dia menyimpulkan bahwa tidak ada efek negatif pada anak-anak dari membaca dini.Anak-anak yang telah diajar membaca sebelum masuk SD pada umumnya lebih maju di sekolah dari anak-anak yang belum pernah memperoleh membaca dini.Sebagaimana telah disebut terdahulu, Steinberg telah berhasil dalam eksperimennya mengajar membaca dini anak-anak berusia 1-4 tahun.Dia juga menemukan bahwa anak-anak yang telah mendapat pelajaran membaca dini pada umumnya lebih maju dalam menerima pelajaran di sekolah.

            Steinberg (1982: 214-215) mengemukakan bahwa setidaknya ada empat keuntungan mengajar anak membaca dini dilihat dari segi proses belajar mengajar. Pertama, dengan belajar membaca dini, maka hal itu akan dapat  memenuhi rasa ingin tahu anak, bahkan boleh dikata dengan membaca anak akan memahami apa arti “mimpi-mimpi”-nya. Kedua, dengan belajar membaca sejak dini dari orang tua atau orang-orang yang dekat dengan dirinya, maka situasi akrab yang terbangun akan dapat menjadi faktor yang kondusif bagi anak untuk gemar belajar. Ketiga, anak-anak yang berusia dini pada umumnya lebih perasa dan mudah terkesan, serta dapat diatur, sehingga upaya menanamkan minat dan arti penting membaca pada anak menjadi lebih mudah.Keempat, secara psikologis, anak-anak yang berusia dini dapat mempelajari sesuatu dengan mudah dan cepat.

Daftar Pustaka

Butler, Dorothy dan Clay, Marie, Reading Begin at Home, Preparing Children for Reading before The Go to Scholl (Richmond, Australia: Primary Education Pty., Ltd., 1981).
Horton, Paul B dan Chester L. Hunt, Sosiologi (Jakarta: Erlangga, 1991).
Morphett, M.V. dan Washburne C., When Should Children Begin to read, dalam: In Elementary School Journal 31, 1983, pp. 496-503.
Pieget, Jean, Antara Tindakan dan Pikiran (Jakarta: Gramedia, 1988).
Sugihartati, Rahma, Kebiasaan Membaca Anak dan Peran Orang Tua Dalam Menumbuhkan Perilaku Gemar Membaca di kalangan Anak di Perkotaan (Surabaya: Lembaga Penelitian Universitas Airlangga, 1996).
Sarumpaet, Riris K., Bacaan Anak-Anak, Suatu Penyelidikan Pendahuluan ke Dalam Hakekat, Sifat, dan Corak Bacaaan Anak-Anak Serta Minat Anak pada Bacaannya (Jakarta: Pustaka Jaya, Juli 1976).
Tampubolon, Mengembangkan Minat dan Kebiasaan Membaca pada Anak, (Bandung: Angkasa, 1993).
* 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar