UPAYA
MENUMBUHKAN PERILAKU
GEMAR MEMBACA
Rahma Sugihartati & Bagong Suyanto
Dosen PSTP FISIP Universitas Airlangga
Membaca
sesungguhnya bukan sekadar aktivitas untuk mengisi waktu luang atau sebatas
penting dilakukan untuk mendukung prestasi akademik di sekolah atau di kampus.
Tetapi, membaca sebetulnya adalah bentuk investasi sosial: tidak bersifat instant
dan langsung bisa dinikmati hasilnya sekian menit atau sekian jam kemudian
layaknya Krating Daeng, M150 atau minuman penyegar lainnya, melainkan sebuah
proses membangun sikap kritis, proses mencari kebenaran dan deferensiasi
informasi —yang ujung-ujungnya akan dapat melahirkan warga masyarakat yang
kritis dan senantiaa lebih peka pada persoalan di sekitarnya.
Kita tentu
mengetahui, bahwa selama ini, berbagai upaya telah dilakukan untuk menumbuhkan
perilaku dan budaya gemar membaca di kalangan masyarakat. Namun, akibat
substansi dan arti penting membaca hanya direduksi sebagai bagian dari gaya
hidup (life style) untuk mengisi waktu luang dan dalam beberapa kasus
bahkan dirasakan sebagai beban atau kewajiban yang tidak menyenangkan, maka
jangankan tumbuh minat membaca masyarakat secara sukarela, yang terjadi di
lapangan justru membaca menjadi sesuatu yang acapkali dihindari. Dalam
kenyataan sangat jarang ditemukan warga masyarakat yang benar-benar memahami
aktivitas membaca sebagai bagian dari proses membangun keberdayaan dirinya.
Kendati mereka mengakui bahwa membaca itu penting, tetapi hal itu dinilai hanya
cocok dilakukan oleh anak-anak yang masih duduk dibangku sekolah.Apa sebetulnya
manfaat yang bisa dipetik masyarakat dengan membaca?
Berbeda
dengan masyarakat di negara maju yang umumnya sudah memiliki minat baca tinggi
dan industri perbukuan yang kuat, di Indonesia disadari masalah minat baca dan
industri perbukuan masih sangat memprihatinkan.Di Indonesia diperkirakan jumlah
produksi buku per tahun hanya sekitar 4.800 judul —termasuk komik— dengan
masing-masing judul rata-rata dicetak 3.000 eksemplar.Dibandingkan dengan
negara seperti Amerika yang diperkirakan setiap tahun menerbitkan sekitar
50.000 judul atau Jepang yang rata-rata 100.000 judul per tahun, jelas kita
kalah jauh.Bahkan, dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia saja Indonesia
masih kalah.Di Malaysia rata-rata memproduksi sekitar 7.000 judul per tahun.
Yang merisaukan: kendati
sangat sedikit jumlah buku yang dicetak —tak sampai 20 ribu judul buku per
tahun— itu pun ternyata tak bisa dengan cepat diserap pasar. Menurut
pengalaman, baru sekitar 2-3 tahun atau bahkan lebih buku-buku itu habis di
pasaran. Di samping itu, berbeda dengan produksi buku di negara maju yang
sebagian besar adalah buku-buku umum populer, di Indonesia dari 4.800 judul
yang ada, 80% ternyata didominasi buku-buku pelajaran yang sifatnya wajib.
Banyak penerbit yang ada sebenarnya bisa bertahan karena semata-mata
mengandalkan hidupnya dari proyek-proyek buku sekolah.
Untuk sebagian, mungkin benar bahwa salah satu kendala bagi
tumbuhnya minat baca masyarakat adalah bersumber pada mahalnya harga
buku-buku.Bisa dibayangkan, mana mungkin sebuah keluarga yang sehari-hari hidup
pas-pasan, bahkan kekurangan bisa menyisihkan uang untuk membeli buku yang
harganya puluhan ribu per eksemplarnya?
Membaca pada hakikatnya adalah
kegiatan fisik dan mental untuk menemukan makna dari sebuah tulisan atau
simbol-simbol interaksi sosial.Dikatakan kegiatan fisik, karena bagian-bagian
tubuh, khususnya mata, yang melakukannya.Dikatakan kegiatan mental,
karena bagian-bagian pikiran, khususnya persepsi dan ingatan, terlibat di
dalamnya. Dengan membaca, seseorang bukan hanya mengerti tentang suatu isu atau
hal tertentu, tetapi lebih jauh ia juga akan berpeluang untuk melakukan
eksplorasi terhadap kedalaman sebuah pengetahuan.
Secara
teoritis, ada beberapa aspek —baik secara langsung maupun tidak langsung— yang
mempengaruhi kegiatan membaca pada anak. Misalnya saja, latar belakang bahasa,
pengalaman, sikap dan minat, persepsi, motivasi serta kesanggupan-kesanggupan
anak lainnya (Sayono, 1983). Membaca sendiri pada dasarnya adalah kegiatan
berpikir, sebab senantiasa memyertakan proses berpikir, yaitu menginterpretasi
simbol-simbol menjadi suatu respons yang dipelajari. Dengan membaca, seorang
anak akan memperoleh keterangan, kata-kata baru, sejumlah ide —yang semuanya
akan mempengaruhi jalan pikiran sekaligus membantu perkembangan mental anak
(Munandar, 1981).
Yang disebut aktivitas membaca, sebenarnya
tidak selalu harus didahului dengan membeli buku sebelumnya. Hakekat membaca,
sebetulnya adalah kehausan untuk mencari informasi alternatif, semacam gairah
untuk terus menimba wawasan. Seseorang yang tidak gemar membaca, sebetulnya ia
adalah ibarat katak yang hidup dalam tempurung. Ia semata-mata hanya akan
mengenal dunia yang serba sempit, bahkan acakali kegelapan, sehingga seringkali
orang-orang semacam ini tidak kenal pada dunia luar yang bisa dijadikan tempat
berkaca.
Manfaat
membaca, bagi masyarakat —terlebih masyarakat yang berasal dari kelas sosial
bawah, masyarakat yang hidupnya serba marginal— sebetulnya adalah pemupukan
modal dasar awal untuk memberdayakan dirinya sendiri.
Seorang petani yang tidak mengetahui berapa
harga sayur-mayur hasil produksi mereka di supermarket, misalnya, dengan
mudah mereka akan menjadi bahan permainan tengkulak atau pedagang perantara
yang ingin memanfaatkan situasi untuk kepentingan pribadinya. Tetapi, seorang
petani yang memiliki kemampuan untuk mengakses pasar dan didukung dengan
pengetahuan yang cukup, niscaya mereka akan tahu persis bagamana mengelola
pasar, dan yang terpenting mereka tidak akan dengan mudah menjadi bahan
permainan pedagang perantara atau tengkulak. Meminjam istilah Robert Chambers
(1987), arti penting membaca sesungguhnya adalah bagian dari proses untuk
membongkar keterisolasian, kebuntuan cara berpikir masyarakat yang selama ini
terhegemoni.
Untuk membangun kebiasaan membaca masyarakat, selain dibutuhkan
kesabaran, yang terpenting adalah kebiasaan membaca ini harus mulai
diperkenalkan sedini mungkin.Bagi anak yang belum mengenal tulisan atau belum
dapat membaca, para orang tua mengemban tanggungjawab untuk secara kreatif
merangsang dan sedikit demi sedikit menumbuhkan minat membaca, yang dengan
sendirinya juga untuk mencapai kesiapan membaca.Sementara itu, bagi anak-anak
yang sudah dapat membaca, usaha yang perlu dilakukan orang tua tujuannya bukan
hanya menumbuhkan, melainkan juga untuk mengembangkan minat dan kebiasaan
membaca secara benar.
Kenapa kebiasaan membaca perlu ditumbuhkan sejak anak-anak berusia
dini?
Pertama, karena
berbagai studi telah membuktikan bahwa kecerdasan anak akan mencapai angka 40%
pada usia 4 tahun dan mencapai 80% pada usia 7-8 tahun. Masa pra-sekolah, oleh
banyak ahli sering disebut masa emas (golden
age) untuk menanamkan dasar-dasar perilaku dan sikap, emosional dan
kognitif. Ini berarti, jika pada masa kanak-kanak, seorang anak yang tidak
dilatih membaca sejak dini, maka hampir dapat dipastikan tingkat kecerdasan dan
kemampuan anak akan tidak berkembang secara maksimal. Seorang anak yang tidak
dibiasakan untuk membaca, mendengar cerita atau menelusuri informasi melalui
bacaan, maka bukan tidak mungkin kesempatan emas anak untuk berkembang menjadi
terbuang begitu saja.
Kedua, karena
membiasakan anak membaca sejak dini pada dasarnya adalah upaya untuk merangsang
anak melakukan eksplorasi terhadap informasi tertentu secara mandiri dan
kreatif. Anak yang tumbuh dalam suasana keluarga yang menghargai buku dan gemar
membaca, bukan saja akan cenderung lebih luas wawasannya dibandingkan anak
seusianya yang tidak terbiasa membaca, tetapi lebih jauh juga akan menyebabkan
anak yang bersangkutan memiliki daya jelajah atau daya imajinasi yang kaya,
sehingga pengembangan potensi kreativitasnya menjadi maksimal. Seorang anak
yang gemar membaca sejak dini niscaya akan potensial tumbuh menjadi anak yang
cerdas.
Pengembangan minat dan kebiasaan
membaca yang baik harus dimulai sedini mungkin pada masa anak-anak. Orang tua,
terutama ibu dan guru-guru, kelompok bermain, Taman Kanak-Kanak, dan Sekolah
Dasar mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam usaha-usaha mengembangkan
perilaku gemar membaca. Pihak yang terutama sangat berpengaruh dalam mendorong
tumbuhnya perilaku gemar membaca pada anak adalah keluarga.Seperti dikatakan
Horton dan Hunt (1991), bahwa fungsi keluarga bukanlah semata-mata hanya
melakukan fungsi reproduksi atau fungsi perlindungan, tetapi keluarga juga
bertanggungjawab melakukan fungsi sosialisasi, termasuk di dalamnya mendidik
anak agar memiliki perilaku gemar membaca.
Durkin (1966: 1966a) telah
mengadakan penelitian tentang pengaruh membaca dini pada anak-anak. Dia
menyimpulkan bahwa tidak ada efek negatif pada anak-anak dari membaca
dini.Anak-anak yang telah diajar membaca sebelum masuk SD pada umumnya lebih
maju di sekolah dari anak-anak yang belum pernah memperoleh membaca
dini.Sebagaimana telah disebut terdahulu, Steinberg telah berhasil dalam
eksperimennya mengajar membaca dini anak-anak berusia 1-4 tahun.Dia juga
menemukan bahwa anak-anak yang telah mendapat pelajaran membaca dini pada umumnya
lebih maju dalam menerima pelajaran di sekolah.
Steinberg (1982: 214-215)
mengemukakan bahwa setidaknya ada empat keuntungan mengajar anak membaca dini
dilihat dari segi proses belajar mengajar. Pertama, dengan belajar membaca
dini, maka hal itu akan dapat memenuhi
rasa ingin tahu anak, bahkan boleh dikata dengan membaca anak akan memahami apa
arti “mimpi-mimpi”-nya. Kedua, dengan belajar membaca sejak dini dari orang tua
atau orang-orang yang dekat dengan dirinya, maka situasi akrab yang terbangun
akan dapat menjadi faktor yang kondusif bagi anak untuk gemar belajar. Ketiga,
anak-anak yang berusia dini pada umumnya lebih perasa dan mudah terkesan, serta
dapat diatur, sehingga upaya menanamkan minat dan arti penting membaca pada
anak menjadi lebih mudah.Keempat, secara psikologis, anak-anak yang berusia
dini dapat mempelajari sesuatu dengan mudah dan cepat.
Daftar Pustaka
Butler, Dorothy dan Clay, Marie, Reading
Begin at Home, Preparing Children for Reading before The Go to Scholl
(Richmond, Australia: Primary Education Pty., Ltd., 1981).
Horton, Paul B dan Chester
L. Hunt, Sosiologi (Jakarta: Erlangga, 1991).
Morphett, M.V. dan Washburne C., When Should
Children Begin to read, dalam: In Elementary School Journal 31,
1983, pp. 496-503.
Pieget, Jean, Antara Tindakan dan Pikiran
(Jakarta: Gramedia, 1988).
Sugihartati, Rahma, Kebiasaan Membaca Anak dan Peran Orang Tua
Dalam Menumbuhkan Perilaku Gemar Membaca di kalangan Anak di Perkotaan
(Surabaya: Lembaga Penelitian Universitas Airlangga, 1996).
Sarumpaet, Riris K., Bacaan Anak-Anak, Suatu
Penyelidikan Pendahuluan ke Dalam Hakekat, Sifat, dan Corak Bacaaan Anak-Anak
Serta Minat Anak pada Bacaannya (Jakarta: Pustaka Jaya, Juli 1976).
Tampubolon, Mengembangkan Minat dan Kebiasaan
Membaca pada Anak, (Bandung: Angkasa, 1993).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar